Wednesday, October 21, 2015

Mendaki, Menemukan Jati Diri


Saya menyukai kegiatan yang menguras energi (energi ya, bukan emosi) dan menantang. Kegiatan yang juga sekaligus detoksifikasi diri saya dari kejenuhan maupun dalam arti sesungguhnya, mengeluarkan racun-racun dalam tubuh lewat keringat. Salah satu kegiatan yang saya suka adalah mendaki gunung, di samping bersepeda dan lari pagi.

Selama ini, ketika membaca tulisan orang tentang pengalaman mereka mendaki gunung, saya terkesima dengan betapa hebat perjuangan mereka untuk menuju puncak. Ketika saya melakukan perjalanan itu sendiri, saya memahami bahwa puncak bukanlah segalanya. Memang rasa bahagia ketika berhasil menggapai puncak adalah perasaan yang tidak terukur. Banyak sekali pengorbanan yang harus dilalui di samping indahnya pemandangan yang disuguhkan oleh-Nya. Menggendong tas carrier berisi segala macam keperluan, melawan rasa lelah, menyambung napas yang tersengal, menghadapi karakter teman sesama pendaki yang beraneka rupa, mengatasi udara dingin apalagi ketika hujan, sungguh bukan hal yang mudah. Ketika dengan segala tantangan itu, lalu kita memutuskan tetap bertahan hingga mencapai puncak, maka sesungguhnya yang berhasil ditaklukkan adalah diri sendiri. Pun, ketika tidak lagi melanjutkan pendakian dan memutuskan kembali turun, bukan berarti gagal. Bisa jadi itu adalah upaya mengalahkan ego diri. Ego bahwa setiap pendakian harus diwarnai dengan menikmati pemandangan di puncak.

Seperti kata hampir semua teman saya, dalam setiap pendakian, bukan puncak yang ditaklukkan. Pokok pelajaran dalam pendakian atau perjalanan yang kita lakukan adalah bagaimana menemukan diri sendiri. Jika dalam keseharian, kita sering lupa melihat ke dalam diri kita, maka alam melalui perjalanan yang akan membantu menemukan jati diri kita. Maka, lakukanlah pendakian untuk mengukur diri, bukan hanya kekuatan fisik, namun juga kekuatan batin.

No comments:

Post a Comment