Tentang persahabatan
Tentang cinta
Tentang perpisahan
Tentang melupakan
Tentang hujan
Novel ini, seperti juga beberapa novel lain karangan Tere Liye, berkisah tentang cinta sebagai benang merahnya. Sebenarnya saya beli novel ini karena saya sangat suka hujan. Selalu.
Bersetting di sebuah kota negara tropis, di masa depan. Tahun 2042 dan setelahnya. Dideskripsikan dunia sudah serba modern. Futuristik. Ada alat komunikasi yang ditanam di lengan, kereta cepat listrik bawah tanah, dan berbagai hal modern lainnya. Keren.
Diawali dengan pagi yang sibuk, kembali masuk sekolah setelah libur panjang. Dikisahkan beberapa orang terburu-buru karena terancam terlambat hari itu. Begitupun seorang gadis bernama Lail yang saat itu baru berumur 13 tahun. Bersamaan dengan pada hari itu juga lahirlah penduduk bumi yang ke sepuluh miliar! Daaaan...pada hari itu juga terjadilah peristiwa besar yang mengubah segalanya. Meletusnya sebuah gunung purba yang menghancurkan benua dalam hitungan detik karena getaran dahsyat gempa vulkaniknya. Begitu pun kota Lail. Pada kejadian itu, Lail kehilangan ibu dan ayahnya sekaligus. Namun, Lail menemukan Esok. Seorang anak laki-laki umur lima belas tahun yang menyelamatkan Lail di lubang kereta bawah tanah. Di kemudian hari, lubang kereta bawah tanah itu yang menjadi tempat bersejarah bagi mereka berdua. Lail kehilangan ibunya dan Esok kehilangan empat kakaknya disana.
Sejak itu hingga keadaan kota menjadi lebih baik, mereka tinggal di tenda pengungsian dan Esok secara tidak langsung mengajarkan Lail untuk melanjutkan hidup meski tanpa kedua orang tuanya. Setahun kemudian, kota pulih dan warga mulai menjalankan hidup mereka dengan lebih normal. Lail tinggal di panti sosial dan bertemu dengan Maryam. Seorang anak perempuan berambut kribo yang selalu ceria. Maryam telah menjadi yatim piatu bahkan sebelum musibah gunung meletus itu terjadi. Lail dan Maryam segera menjadi sahabat baik yang saling mengerti satu sama lain, bahkan tanpa perlu bicara. Persahabatan yang mengharukan. Lail memperoleh kehidupan yang menyenangkan bersama Maryam di panti sosial. Begitu pun Esok yang diadopsi oleh keluarga Wali Kota dan Wali Kota yang baik itu pun membangun kembali toko kue ibu Esok yang hancur ketika musibah itu terjadi.
Kisah berlanjut. Akibat musibah gunung meletus itu, kondisi bumi tidak lagi sama. Abu vulkanik yang membumbung hingga lapisan stratosfer bumi, menjadikan cuaca di bumi tidak normal. Lebih banyak gelap, hujan, dan badai. Terutama di negara-negara subtropis, hingga dimulailah bencana itu, ketika negara-negara subtropis mencoba menyelamatkan warganya dengan menyemprotkan gas ke lapisan stratosfer bumi. Hasilnya, musim dingin ekstrem terjadi di negara tropis, bahkan hadir salju yang merupakan hal yang tentu saja mustahil. Stok makanan menipis karena panen gagal dimana-mana.
Sejalan dengan kondisi bumi yang semakin memprihatinkan, begitu pun hubungan Lail dan Esok. Meski keduanya disibukkan oleh kegiatan masing-masing, Lail dengan sekolah, kegiatan panti, dan menjadi relawan serta Esok yang kuliah di Ibu Kota dan mengerjakan proyek besar, namun dalam pikiran dan hati Lail, selalu ada Esok. Esok lebih dari seorang kakak laki-laki buat Lail, namun apakah Esok juga merasakan hal yang sama dengannya? Lail selalu bertanya-tanya.
Novel ini adalah tentang bagaimana seseorang memeluk erat-erat kenangan di dalam hati dan pikirannya. Menerimanya sebagai bagian dalam hidup, meski itu berat. Walau suatu saat nanti mungkin akan ada teknologi yang memungkinkan manusia melupakan kenangan tertentu yang tidak ingin diingat, namun sesungguhnya, kenangan dan kejadian-kejadian itulah yang membentuk manusia menjadi seperti apa ia saat ini. Kesedihan, trauma, patah hati, kesalahan, semua orang pernah mengalami. You're not alone. Semua orang punya kisahnya sendiri.
"Bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Barang siapa yang bisa menerima, maka dia bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, maka dia tidak akan bisa melupakan."
No comments:
Post a Comment